URGENSI
SYAHADATAIN
Syahadatain
adalah rukun Islam yang pertama yaitu dua
kalimat syahadat yang terdiri dari Syahadat uluhiyah dan syahadat risalah. Ia adalah
fondasi bagi tegaknya rukun-rukun yang lain. Artinya, semakin kokoh pemahaman
dan penghayatan syahadatain, akan semakin kokoh pula komitmen terhadap
rukun-rukun Islam secara khusus dan terhadap seluruh ajaran Islam secara umum.
Dengan demikian, sangatlah penting mempelajari kalimat persaksian ini
sehingga tumbuh kepahaman, keyakinan dan kemantapan iman.
Syahadatain itu
penting diantaranya karena beberapa alasan berikut ini :
1. Madkhalun Ilal
Islam (Pintu gerbang masuk ke dalam Islam)
Seseorang diakui sebagai seorang muslim
diantaranya jika memenuhi tiga syarat: (1) Mengakui rububiyyah Allah
(2) Mengakui uluhiyah Allah
(3) Mengakui risalah Nabi Muhammad saw
Mengakui rububiyyah Allah:
Sesungguhnya manusia telah diciptakan
oleh Allah ta’ala dalam keadaan fitrah, mengakui rububiyyah Allah
ta’ala:
“Dan ingatlah ketika Tuhanmu
mengeluarkan dari sulbi (tulang belakang) anak cucu Adam keturunan mereka dan
Allah mengambil kesaksian terhadap ruh mereka (seraya berfirman), ‘Bukankah Aku
ini Tuhanmu?’ Mereka menjawab, ‘Betul (Engkau Tuhan kami), kami bersaksi’ (Kami
lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan,
‘Sesungguhnya ketika itu kami lengah terhadap ini”. (QS. Al-A’raf, 7: 172)
Seluruh manusia pasti mengakui Allah
sebagai Pencipta, Pemelihara dan Pemilik alam semesta. Tidak ada yang
mengingkari Dia sebagai Rabb kecuali para penganut faham materialis-atheis.
Bahkan kaum musyrikin sekalipun mengakui rububiyyah Allah ini, seperti telah
diungkapkan di dalam Al-Qur’an:
“Dan jika engkau bertanya kepada
mereka, ‘Siapa yang menciptakan langit dan bumi dan menundukkan matahari dan
bulan?’ pasti mereka akan menjawab, ‘Allah’. Maka mengapa mereka bisa
dipalingkan (dari kebenaran)” (QS. Al-Ankabut, 29: 61)
“Dan jika kamu bertanya kepada mereka,
‘Siapakah yang menurunkan air dari langit lalu dengan (air) itu dihidupkannya
bumi yang sudah mati?’ Pasti mereka akan menjawab, ‘Allah’ Katakanlah, ‘Segala
puji bagi Allah,’ Tetapi kebanyakan mereka tidak mengerti”(QS.
Al-Ankabut, 29: 63)
“Katakanlah (Muhammad), ‘Milik siapakah
bumi, dan semua yang ada di dalamnya, jika kamu mengetahui?’ Mereka akan
menjawab, “Milik Allah.’ Katakanlah, ‘Maka apakah kamu tidak ingat?’
Katakanlah, ‘Siapakah Tuhan Yang memiliki langit yang tujuh dan yang memiliki
Arsy yang agung?’ Mereka akan menjawab, ‘(Milik) Allah.’ Katakanlah, ‘Maka
mengapa kamu tidak bertakwa?’ Katakanlah, ‘Siapa yang ditangan-Nya berada
kekuasaan segala sesuatu. Dia melindungi, dan tidak ada yang dapat dilindungi
(dari azabnya), jika kamu mengetahui?’ Mereka akan menjawab, ‘(Milik) Allah.’
Katakanlah, ‘(Kalau demikian) maka bagimana sampai kamu tertipu?” (QS.
Al-Mu’minun, 23: 84-89)
Mengakui uluhiyyah Allah dan Risalah :
Akan tetapi pengakuan akan rububiyyah
Allah ini tidak otomatis menghantarkan mereka menjadi seorang muslim, kecuali
menyempurnakannya dengan mengakui uluhiyyah Allah ta’ala dan mengakui Risalah
Muhammad saw.
Dengan kata lain—untuk menjadi seorang
muslim—tidak cukup hanya dengan mengatakan: “Saya
mengakui Allah adalah Pencipta”, “Saya
mengimani Allah adalah Pemelihara”, “saya
meyakini Allah adalah Pemilik langit dan bumi” tanpa disertai pengakuan
bahwa Allah adalah satu-satunya Dzat yang
wajib diiibadahi dan Muhammad adalah benar-benar utusan Allah yang
membawa risalah dari-Nya, Laa ilaaha illallaah Muhammadurrasulullah.
Dari uraian di atas, jelaslah bagi kita
pentingnya syahadatain: ia adalah kalimat pengakuan akan uluhiyyah Allah ta’ala
dan kebenaran risalah Muhammad saw. Dengan kalimat inilah kita diakui
sebagai seorang muslim, madkhalun ilal Islam
2. Khulaashatu
ta’aaliimil Islam (Intisari Ajaran Islam)
Intisari ajaran Islam itu ada dua:
Pertama, beribadah kepada
Allah dengan memurnikan ketaatan hanya kepada-Nya:“Padahal mereka hanya
diperintah menyembah Allah, dengan ikhlas menaati-Nya semata-mata karena
(menjalankan) agama…” (QS. 98: 5);
Penghambaan
kepada Allah adalah ajaran Islam sepanjang zaman. Tidak ada seorang rasul pun
kecuali membawa ajaran tauhid ini: “Dan Kami tidak mengutus seorang rasul
pun sebelum Engkau (Muhammad) melainkan Kami wahyukan kepadanya, bahwa tidak
ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Aku, maka sembahlah Aku”. (QS. 21:
25).
Kedua, beribadah
berlandaskan manhaj-Nya, yakni dengan cara mengikuti contoh teladan Nabi
Muhammad saw (ittiba): “Sungguh telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri
tauladan yang baik bagimu (yaitu) orang-orang yang mengharap (rahmat) Allah dan
(kedatangan) hari Kiamat dan yang banyak mengingat Allah” (QS. 33: 21).
“Dan tidaklah pantas bagi laki-laki
yang mukmin dan perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah
menetapkan sesuatu ketetapan, akan ada pilihan (yang lain) bagi mereka tentang
urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya, maka sungguh
dia telah tersesat, dengan kesesatan yang nyata”. (QS. 33: 36).
“Katakanlah Muhammad: ‘Jika kamu mencintai
Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mencintaimu dan mengampuni
dosa-dosamu.’ Allah Maha Pengampun, Maha Penyanyang”. (QS. 3: 31).
Dua intisari
ajaran Islam ini terkandung
dalam syahadatain, Laa Ilaaha illa-llah Muhammadur-rasulullah.
Jadi, segala bentuk peribadatan—yang
dilakukan oleh seorang muslim secara fardhiyyan (individu) maupun
secara jama’iyyan (kolektif)—sesungguhnya bermuara kepada
syahadatain ini; shalat, zakat, puasa, haji, jihad, penegakan hukum, tazkiyatu
nafs, dakwah, akhlakul karimah, dan lain sebagainya, adalah implementasi
syahadatain. Semuanya itu adalah konsekwensi amaliyah dari persaksian manusia
di hadapan Allah ta’ala. Karena itulah syahadatain disebut sebagai intisari
ajaran Islam.
3. Asasul Inqilab
(Dasar-dasar Perubahan Total)
Syahadatain
penting karena ia adalah asas perubahan total: individu dan masyarakat. Mari kita buka lembaran sejarah para sahabat seperti Umar bin Khattab, Mush’ab bin Umair, Salman Al-Farisi,
Saad bin Abi Waqash, dan yang lainnya, apakah yang membuat performa, akal,
hati, aktivitas, pemikiran dan aqidah mereka berubah total?
Berikutnya
renungkanlah kondisi bangsa Arab dahulu kala sebelum datangnya cahaya Islam;
kebanyakan mereka terlilit kebodohan, kehinaan, kefakiran dan perpecahan.
Mereka bukanlah bangsa yang diperhitungkan oleh 2 negara super power waktu itu
(Romawi dan Persia). Tapi tiba-tiba berubah total menjadi bangsa yang memiliki pengetahuan,
izzah, kekayaan dan rasa persaudaraan yang kokoh, sehingga mampu menggetarkan
para tirani durjana.
Apakah yang
membuat semua itu terjadi? Tiada lain jawabannya, adalah karena cahaya Islam yang menggelora dalam dada senantiasa
hidup dibakar kalimat agung yang kokoh, Laa ilaaha illallaah
Muhammadurrasulullah!
“Sesungguhnya
Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan
diri mereka sendiri…” (QS. 13: 11)
4. Haqiqotu
da’wati Rasuli (Hakikat Dakwah Rasul)
Syahadatain penting karena ia adalah
hakikat dakwah Rasulullah saw:
“Katakanlah (Muhammad), ‘Wahai manusia!
Sesungguhnya aku ini utusan Allah bagi kamu semua, Yang memiliki kerajaan
langit dan bumi, tidak ada tuhan (yang berhak disembah) selain Dia…” (QS. 7: 158)
Bahkan ia pun adalah hakikat dakwah
para rasul terdahulu:
“Dan sungguh, kami telah mengutus
seorang rasul untuk setiap umat (untuk menyerukan), ‘Sembahlah Allah, dan
jauhilah thagut’…” (QS. 16: 36)
“Dan kami tidak mengutus seorang rasul
pun sebelum kamu (Muhammad), melainkan Kami wahyukan, bahwa tidak ada tuhan
(yang berhak disembah) selain Aku, maka sembahlah Aku”. (QS. 21: 25).
Oleh karena itu wajib bagi setiap
muslim untuk memahami, mengamalkan, dan mendakwahkannya kepada segenap umat
manusia di muka bumi ini.
“Dan kami tidak mengutus Engkau
(Muhammad) melainkan kepada semua umat manusia sebagai pembawa berita gembira
dan pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui”. (QS. 34: 28)
5. Fadhaailun
‘adhziimah (Keutamaan yang Besar)
Syahadatain itu penting karena
mengandung keutamaan yang besar. Ali Juraisyah menyatakan bahwa dengan mengucapkan kalimat syahadat
seseorang akan mendapatkan dua keuntungan, yaitu keuntungan duniawi dan
keuntungan ukhrawi.
Keuntungan di dunia adalah ia diakui
sebagai seorang muslim, darah dan hartanya terlindungi. Rasulullah bersabda,
“Aku diperintahkan untuk memerangi
orang, hingga mereka bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah, dan mereka
beriman kepadaku dengan apa yang aku bawa. Siapa yang mengucapkan ‘laa ilaaha
illallaah’, maka dirinya dan hartanya terlindung dariku, kecuali dengan haknya,
dan perhitungan selanjutnya terserah kepada Allah” .
Sepatah kalimat saja sudah cukup untuk
melindungi darah dan harta seseorang, dan sekaligus memasukkannya ke dalam
diinul Islam. Kita tidak diperintahkan untuk membedah dada seseorang untuk
mengetahui isi hatinya,
“Aku tidak diperintahkan untuk
melubangi kalbu orang dan membelah dada mereka.”
Oleh karena itu Nabi pernah menegur
Usamah bin Zaid cukup keras karena telah membunuh seseorang dalam peperangan,
padahal orang tersebut telah mengucapkan laa ilaaha illallah. Nabi tidak
menerima alasan Usamah yang menyatakan bahwa orang tersebut mengucapkan laa
ilaaha illallah hanya karena ingin menyelamatkan diri, bukan karena
keimanan.
Adapun keuntungan akhiratnya—lanjut Ali
Juraisyah—ialah bahwa seseorang yang mengucapkan kalimat syahadat akan
dikeluarkan dari neraka, asalkan ucapannya itu didukung oleh keimanan meskipun
hanya sebesar debu! Artinya dengan syahadat ia akan terselamatkan dari mendekam
selama-lamanya di dalam neraka. Hal ini ditegaskan oleh Nabi saw,
“Akan
keluar dari api neraka siapa yang pernah mengucapkan laa ilaaha illallaah, sedang
di dalam kalbunya terdapat kebaikan meskipun hanya seberat syairah (jawawut)
kemudian akan keluar dari api neraka siapa yang mengucapkan laa ilaaha
illallah, sedang dalam kalbunya terdapat kebaikan meskipun hanya seberat burrah
(gandum), kemudian akan keluar dari api neraka siapa yang mengucapkan laa
ilaaha illallaah, sedang dalam kalbunya terdapat kebaikan meskipun hanya
seberat zarrah (debu).”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar